Sistem kontrol autopilot merupakan
suatu sistem terintegrasi antara sistem navigasi udara yang berbasis di darat
atau satelit dengan sistem kontrol gerakan pesawat yang terdapat dipesawat
terbang. Untuk keperluan pendekatan dan pendaratan otomatis digunakan
penggandengan antara sistem navigasi Instrument Landing System (ILS)
dengan sistem kontrol gerakan pesawat.
Instrument Landing System
Instrument Landing System (ILS) : adalah salah satu instrumen presisi navigasi udara
yang digunakan secara internasional sebagai fasilitas pendukung keselamatan
penerbangan yang berfungsi memandu pesawat terbang melalui sinyal gelombang
frekuensi radio dalam melakukan prosedur pendekatan dan pendaratan di suatu landasan
pacu bandar udara, fasilitas ini sangat bermanfaat bagi pilot pesawat terbang
terutama saat cuaca buruk atau berkabut yaitu kondisi visibilitas cuaca dengan
jarak pandang yang terbatas. Dalam melakukan prosedur tersebut di atas
diperlukan adanya guidance (panduan) lintasan arah lateral pada bidang
vertikal dan lintasan arah vertikal pada bidang horisontal yang saling
berpotongan membentuk suatu lintasan pendeketan (approach path), serta
serangkaian rambu atau marka untuk memberikan informasi jarak pesawat terbang
terhadap titik pendaratan.
Sinyal panduan ILS tersebut adalah
panduan arah bidang vertikal yang berada tengah-tengah landasan pacu (C/L RW = Center
Line of Runway) disebut localizer, panduan lintasan arah bidang
horisontal yang membentuk suatu sudut terhadap landasan pacu disebut glide
path atau glide slope dan beberapa rambu atau marka ataupun panduan
jarak longitudinal terdiri dari Outer marker (OM) atau Distance
Measuring Equipment (DME), Middle marker (MM), Inner marker (IM).
Operasi localizer dan glide
slope didasarkan pada pengukuran perbedaan kedalaman modulasi (Deference
Depth of Modulation = DDM) antara dua sinyal radio frekuensi 90Hz dan 150Hz
seperti yang digambarkan pada Gambar 3.1, di mana frekuensi navigasi tersebut
digunakan untuk panduan arah pendekatan yang tepat (DDM=0).
Sinyal-sinyal panduan pendekatan
landasan pacu dari penerima ILS di pesawat terbang dapat di integrasisikan
(digandengkan) ke sistem autopilot yang secara otomatis mengendalikan
pesawat terbang pada posisi sepanjang garis tengah landasan pacu dan pada suatu
sudut luncur atau sudut pendaratan.
Karakteristik dan Jangkauan Sinyal Localizer
Localizer adalah subsistem ILS yaitu pemancar yang bekerja atau ber
operasi pada jalur frekuensi radio sangat tinggi (VHF = Very High Frequency)
108 sampai dengan 111,9Mhz sebagai gelombang pembawa (carier) yang
dimodulasikan (AM= amplitudo modulation) dengan sinyal panduan frekuensi
90Hz dan 150Hz serta sinyal identifikasi audio 1020Hz berupa 3 huruf
kode Morse.
Localizer menghasilkan suatu panduan arah lateral pada bidang vertikal
yang memungkinkan pilot pesawat terbang memperoleh informasi melalui
instrumen indikator ILS pada cockpit pesawat terbang (avionics) untuk
menentukan suatu arah pendekatan ke kiri atau kanan sehingga menuju garis
tengah landasan pacu.
Sinyal identifikasi tersebut
dihasilkan oleh suatu sistem antena dan pemancar dalam suatu instalasi dua
frekuensi (2F) atau satu frekuensi (1F), tergantung dari pada kondisi
lingkungan dan keadaan tanah disekitar antena localizer yang bersifat
reflektor ataupun distorsi sehingga dapat dihasilkan kualitas sinyal yang baik.
Jangkauan pada arah azimuith yang
diinginkan harus mencapai suatu jarak pancaran ≥25 nautical miles (46,3km)
untuk suatu daerah sektor 10° disebelah kanan dan kiri, dan mencapai suatu
jarak jangkauan ≥17 nautical miles (1,5km) untuk suatu daerah sektor
antara 10° sampai dengan 35° disebelah kanan dan kiri, jika diperlukan di luar
dari area kedua sektor tersebut di atas dapat mencapai suatu jarak 10 nautical
miles (18,5km) diukur dari titik tengah antena localizer (ICAO Annex
10) dan arah elevasi 7° sampai dengan 600m dari permukaan threshold atau 300m
dari titik tertinggi suatu daerah pendekatan akhir (final approach).
Nilai karakteristik untuk localizer
dalam sektor-sektor tersebut di atas kaitannya dengan garis tengah landasan
pacu adalah sebagai berikut :
DDM = 0
DDM = 15,5% (0,155)
DDM ≥ 18% (0,18)
DDM = 0 diperoleh ketika arah pendekatan
itu sama persis dengan garis tengah landasan pacu.
DDM=15,5% berada tepat pada garis
batas 107 meter sebelah kiri dan kanan di threshold dari garis tengah
landasan pacu. Titik-titik ini juga dikenal sebagai titik WIDTH localizer dan
berdasarkan ICAO Annex 10 nilai maksimum width adalah 6°. DDM pada
daerah sektor ini mempunyai karakteristik linier di mana pada
titik-titik ini DDM bertambah secara linier sebesar 0,145% permeter (displacement
sensitivity) hingga mencapai batas 107m untuk separoh sektor ψ/2 sehingga
DDM =15,5%. (ICAO Annex 10) di mana width localizer ditentukan oleh
panjang landasan pacu dan jarak antena localizer dengan ujung landasan
pacu.
DDM≥18% berada pada suatu sektor 10°
sebelah kanan dan kiri dari garis tengah landasan pacu.
DDM≥ 15,5% berada pada suatu sektor
antara 10° hingga 35° sebelah kanan dan kiri garis tengah landasan pacu, di
mana sinyal informasi localizer yang tepat masih dapat diterima oleh
pesawat terbang. Informasi panduan arah localizer adalah terdiri dari
amplituda modulasi 90Hz dan 150Hz. Ketika pesawat terbang itu mendekati
landasan pacu pada arah yang dikehendaki, penerima di pesawat terbang menerima
dua sinyal modulasi yang amplitudonya sama. Keadaan ini sama dengan DDM=0.
Jika posisi pesawat terbang berada pada
sektor sebelah kiri dari garis tengah landasan pacu maka sinyal panduan dominan
pada 90Hz dan jika posisi pesawat terbang berada pada sektor sebelah kanan dari
garis landasan pacu maka sinyal yang diterima dominan pada 150 Hz.
Width localizer atau course sector ϕ dapat dicari dengan rumus
sebagai berikut ;
di mana ;
a
= Jarak antena localizer dengan
ujung landasan.
L
= Jarak antara threshold dengan
ujung landasan
Ψ = Sudut width localizer.
Karakteristik dan Jangkauan Sinyal Glide
Slope
Glide slope atau glide path adalah subsistem ILS yaitu pemancar
yang beroperasi pada frekuensi radio ultra tinggi (UHF=Ultra High Frequency)
328,6 sampai dengan 335,4Mhz sebagai gelombang pembawa (carier), dan
dimodulasikan dengan sinyal informasi panduan frekuensi 90Hz dan 150Hz tanpa
sinyal identuifikasi.
Glide slope menghasilkan suatu panduan sudut arah vertikal pada bidang
horisontal yang memungkin kan pilot memperoleh informasi melalui instrument indikator
ILS pada cockpit pesawat terbang untuk menentukan suatu sudut pendaratan
atau sudut luncur tertentu.
Sinyal panduan tersebut dihasilkan
oleh suatu sistem antena dan pemancar dalam suatu instalasi dua frekuensi (2F)
atau satu frekuensi (1F), tergantung dari pada kondisi lahan dan keadaan lingkungan
yang dapat mengakibatkan refleksi ataupun distorsi sinyal yang tidak
diinginkan.
Daerah jangkauan pemancar glide
slope harus mencapai jarak 10NM (18,5 km) dari titik touch down (titik
pendaratan) dalam sektor azimuithal (sudut bidang horisontal) ±8° atau
sisi kanan dan kiri dari garis tengah landasan pacu dan antara elevasi atau
sudut kemiringan dari 0,30θ hingga 1,75θ, di mana θ adalah sudut nominal glide
path jalur pendaratan. Dibawah sektor glide slope (0,45θ) DDM
bertambah sampai 22% untuk penurunan sudut hingga 0.3θ dari ground plane,
ini diperlukan untuk mengamankan prosedur intercept glide slope.
Nilai karakteristik untuk glide
slope kaitannya dengan sektor-sektor tersebut di atas adalah sebagai berikut
:
DDM = 0
DDM = 17,5% (0,175)
DDM ≥ 18% (0,18)
DDM = 0 adalah posisi ketika pesawat
terbang mendekati landasan pacu pada sudut glide path yang dikehendaki
di mana pesawat penerima ILS di udara menerima kedua sinyal panduan 90Hz dan
150Hz pada posisi amplituda yang sama.
Sinyal ini diradiasikan oleh antena glide
slope yang berbentuk suatu hiperbola pada arah vertikal, yang tidak
menyentuh tanah, sebagaimana yang ditunjukkan oleh garis bertitik-titik.
Menurut ICAO annex 10, Bagian 3.1.1 ketinggian referensi kurva ini adalah 15m
(ILS reference datum) dan berjarak D dari ambang batas landasan pacu (threshold)
sehingga dapat menghasilkan sudut luncur θ yang diinginkan antara 2,5° sampai
dengan 3° tergantung jarak D yaitu antara 286m Sampai dengan 344m.
DDM = 17,5% adalah WIDTH dari glide
path yaitu sektor yang berada pada 0.24θ sebelah atas dan bawah dari sudut
nominal glide path θ (DDM 0). Karakteristik DDM dari width glide
slope adalah linier di dalam sektor ini (±0,24 θ). Jika deviasi atau
penyimpangan posisi pesawat terbang berada di atas sudut glide path θ
nominal informasi yang diterima adalah dominan pada 90Hz dan untuk deviasi
dibawahnya akan dominan pada 150 Hz yang dominan (DDM positif).
Jarak antena glide slope D terhadap
threshold adalah
Di mana ;
θ
= Sudut nominal glide slope (2,5° sampai dengan 3°).
Berkas gelombang jalur pendekatan
untuk pendaratan pesawat terbang melalui instrument landing system terbentuk
oleh perpotongan arah bidang vertikal dan arah bidang horisontal sudut luncur.
Selain itu, ada tanda atau marka
yang ditempatkan pada perpanjangan garis tengah landasan pacu untuk memberikan
informasi jarak kepada pesawat terbang pada saat melakukan pendekatan yaitu dua
atau tiga rambu melalui antena suatu pemancar yang diradiasikan vertikal ke
atas pada frekuensi pembawa yang sama 75 Mhz dan ditandai oleh sinyal kode Morse
secara kontinyu dengan frekuensi modulasi dan jarak yang berbeda yaitu 400
Hz untuk OM berjarak antara 6500 m sampai 11000m, 1300Hz untuk MM berjarak 900m
sampai 1200m dan 3000Hz untuk IM yang berjarak 75m sampai 450m, masing-masing
diukur dari ujung landasan pacu.
Pola Radiasi Sinyal Localizer
Pola radiasi sinyal pancaran antena localizer
menghasilkan bentuk pancaran arah vertikal (beam vertical) dan
membentuk suatu sudut (azimuith) ±35°, terdiri dari Course CSB (Carier
Side Band) dan SBO (Side Band Only).
Bentuk Course CSB mengandung
satu beam utama searah dan simetri dengan garis tengah landasan pacu dan
perpanjangannya. Sinyal CSB ini terdiri dari sinyal pembawa (carier) dan
modulasi informasi 90Hz dan 150Hz, kedua sinyal ini sephase.
Sedangkan bentuk Course SBO
membentuk dua beam masing-masing mengandung sinyal modulasi 90 Hz dan
150 Hz yang amplitudonya sama tetapi dengan phase yang berlawalanan (180°) dan
mengarah disebelah kiri dan kanan dari garis tengah landasan pacu dan
perpanjangannya.
Untuk instalasi antena 2F
ditambahkan suatu sinyal Clearance (CL) di mana sinyal pembawa off
set 12KHz terhadap sinyal course, sinyal clearance terdiri
dari CSB-CL dan SBO-CL yang berfungsi untuk mengurangi distorsi sinyal
reflektor yang tidak diinginkan dan meningkatkan cakupan sinyal pada sektor
kanan dan kiri hingga lebih dari 35°.
Pola Radiasi Sinyal Localizer
Pola radiasi sinyal pancaran glide
slope terdiri dari sinyal CSB (Carrier Side Band) yang
mengandung sinyal pembawa (carrier) dan sinyal modulasi 90Hz, 150Hz yang
phasenya sama (+90Hz/+150Hz) dan sinyal SBO (Side Band Only) yang
mengandung hanya sinyal modulasi 90Hz dan 150Hz yang phasenya berlawanan
(-90Hz/+150Hz), serta sinyal clearance CL sebagai tambahan untuk
insatalasi 2F
yang mengandung sinyal pembawa yang
mempunyai jarak off set sebesar 16KHz terhadap sinyal pembawa utama (course)
dan sinyal modulasi amplitudo 90Hz dan 150Hz.
Pola radiasi yang dihasilkan oleh
antena glide slope tersebut menghasilkan bentuk berkas sinyal lobe
miring yang simetris dalam azimuith (sudut bidang datar) dan elevasi
(sudut kemiringan). Radiasi tersebut mencakup pantulan dari permukaan tanah,
untuk menjelaskan hal tersebut dapat digambarkan dengan suatu konsep antena
bayangan (image antena) seperti Gambar 3.11.
Radiasi dari antena sebenarnya yang
berada di atas permukaan tanah digambarkan langsung ke suatu target di udara
(pesawat terbang) dan cerminan dari antena sebenarnya yang di pantulkan di
permukaan tanah menuju ke suatu target yang sama, jumlahan kedua vektor radiasi
sinyal tersebut yang terjadi di dalam ruang (udara) sedemikian rupa membentuk
pola lobe pada suatu sektor elevasi antara 0,3θ sampai dengan 1,75θ sebagaimana
yang ditetapkan oleh ICAO Annex 10.
Untuk mengurangi distorsi atau noise
karena adanya sinyal pantul akibat dari kondisi permukaan tanah yang tidak
rata dan adanya halangan, instalasi 1F tipe B side band reference dapat
dipertimbangkan namun sinyal RF nya lebih sensitif terhadap perubahan cuaca dan
air di depan antena. Hal ini dapat dilakukan dengan meradiasikan sinyal CSB
melalui antena bawah A1 dan sinyal SBO diradiasikan melalui antena A1 dan A2.
Untuk instalasi 2F tipe M atau capture
effect sinyal yang disuplai oleh pemancar course (CS) sebagai
referensi sinyal, CSB diradiasikan melalui antena bawah A1 dan tengah A2, untuk
sinyal SBO diradiasikan ke seluruh tiga antena A1, A2 dan A3. Untuk sinyal clearance
(CL) diradiasikan melalui antena A1 dan A3.
0 komentar:
Posting Komentar