Rabu, 08 Mei 2013

SISTEM KONTROL AUTOPILOT PESAWAT TERBANG



Sistem kontrol autopilot merupakan suatu sistem terintegrasi antara sistem navigasi udara yang berbasis di darat atau satelit dengan sistem kontrol gerakan pesawat yang terdapat dipesawat terbang. Untuk keperluan pendekatan dan pendaratan otomatis digunakan penggandengan antara sistem navigasi Instrument Landing System (ILS) dengan sistem kontrol gerakan pesawat.
Instrument Landing System
Instrument Landing System (ILS) : adalah salah satu instrumen presisi navigasi udara yang digunakan secara internasional sebagai fasilitas pendukung keselamatan penerbangan yang berfungsi memandu pesawat terbang melalui sinyal gelombang frekuensi radio dalam melakukan prosedur pendekatan dan pendaratan di suatu landasan pacu bandar udara, fasilitas ini sangat bermanfaat bagi pilot pesawat terbang terutama saat cuaca buruk atau berkabut yaitu kondisi visibilitas cuaca dengan jarak pandang yang terbatas. Dalam melakukan prosedur tersebut di atas diperlukan adanya guidance (panduan) lintasan arah lateral pada bidang vertikal dan lintasan arah vertikal pada bidang horisontal yang saling berpotongan membentuk suatu lintasan pendeketan (approach path), serta serangkaian rambu atau marka untuk memberikan informasi jarak pesawat terbang terhadap titik pendaratan.
Sinyal panduan ILS tersebut adalah panduan arah bidang vertikal yang berada tengah-tengah landasan pacu (C/L RW = Center Line of Runway) disebut localizer, panduan lintasan arah bidang horisontal yang membentuk suatu sudut terhadap landasan pacu disebut glide path atau glide slope dan beberapa rambu atau marka ataupun panduan jarak longitudinal terdiri dari Outer marker (OM) atau Distance Measuring Equipment (DME), Middle marker (MM), Inner marker (IM).
Operasi localizer dan glide slope didasarkan pada pengukuran perbedaan kedalaman modulasi (Deference Depth of Modulation = DDM) antara dua sinyal radio frekuensi 90Hz dan 150Hz seperti yang digambarkan pada Gambar 3.1, di mana frekuensi navigasi tersebut digunakan untuk panduan arah pendekatan yang tepat (DDM=0).

Sinyal-sinyal panduan pendekatan landasan pacu dari penerima ILS di pesawat terbang dapat di integrasisikan (digandengkan) ke sistem autopilot yang secara otomatis mengendalikan pesawat terbang pada posisi sepanjang garis tengah landasan pacu dan pada suatu sudut luncur atau sudut pendaratan.
Karakteristik dan Jangkauan Sinyal Localizer
Localizer adalah subsistem ILS yaitu pemancar yang bekerja atau ber operasi pada jalur frekuensi radio sangat tinggi (VHF = Very High Frequency) 108 sampai dengan 111,9Mhz sebagai gelombang pembawa (carier) yang dimodulasikan (AM= amplitudo modulation) dengan sinyal panduan frekuensi 90Hz dan 150Hz serta sinyal identifikasi audio 1020Hz berupa 3 huruf kode Morse.
Localizer menghasilkan suatu panduan arah lateral pada bidang vertikal yang memungkinkan pilot pesawat terbang memperoleh informasi melalui instrumen indikator ILS pada cockpit pesawat terbang (avionics) untuk menentukan suatu arah pendekatan ke kiri atau kanan sehingga menuju garis tengah landasan pacu.
Sinyal identifikasi tersebut dihasilkan oleh suatu sistem antena dan pemancar dalam suatu instalasi dua frekuensi (2F) atau satu frekuensi (1F), tergantung dari pada kondisi lingkungan dan keadaan tanah disekitar antena localizer yang bersifat reflektor ataupun distorsi sehingga dapat dihasilkan kualitas sinyal yang baik.
Jangkauan pada arah azimuith yang diinginkan harus mencapai suatu jarak pancaran ≥25 nautical miles (46,3km) untuk suatu daerah sektor 10° disebelah kanan dan kiri, dan mencapai suatu jarak jangkauan ≥17 nautical miles (1,5km) untuk suatu daerah sektor antara 10° sampai dengan 35° disebelah kanan dan kiri, jika diperlukan di luar dari area kedua sektor tersebut di atas dapat mencapai suatu jarak 10 nautical miles (18,5km) diukur dari titik tengah antena localizer (ICAO Annex 10) dan arah elevasi 7° sampai dengan 600m dari permukaan threshold atau 300m dari titik tertinggi suatu daerah pendekatan akhir (final approach).
Nilai karakteristik untuk localizer dalam sektor-sektor tersebut di atas kaitannya dengan garis tengah landasan pacu adalah sebagai berikut :
                        DDM = 0
                        DDM = 15,5% (0,155)
                        DDM ≥ 18% (0,18)
DDM = 0 diperoleh ketika arah pendekatan itu sama persis dengan garis tengah landasan pacu.
DDM=15,5% berada tepat pada garis batas 107 meter sebelah kiri dan kanan di threshold dari garis tengah landasan pacu. Titik-titik ini juga dikenal sebagai titik WIDTH localizer dan berdasarkan ICAO Annex 10 nilai maksimum width adalah 6°. DDM pada daerah sektor ini mempunyai karakteristik linier di mana pada titik-titik ini DDM bertambah secara linier sebesar 0,145% permeter (displacement sensitivity) hingga mencapai batas 107m untuk separoh sektor ψ/2 sehingga DDM =15,5%. (ICAO Annex 10) di mana width localizer ditentukan oleh panjang landasan pacu dan jarak antena localizer dengan ujung landasan pacu.
DDM≥18% berada pada suatu sektor 10° sebelah kanan dan kiri dari garis tengah landasan pacu.
DDM≥ 15,5% berada pada suatu sektor antara 10° hingga 35° sebelah kanan dan kiri garis tengah landasan pacu, di mana sinyal informasi localizer yang tepat masih dapat diterima oleh pesawat terbang. Informasi panduan arah localizer adalah terdiri dari amplituda modulasi 90Hz dan 150Hz. Ketika pesawat terbang itu mendekati landasan pacu pada arah yang dikehendaki, penerima di pesawat terbang menerima dua sinyal modulasi yang amplitudonya sama. Keadaan ini sama dengan DDM=0.
Jika posisi pesawat terbang berada pada sektor sebelah kiri dari garis tengah landasan pacu maka sinyal panduan dominan pada 90Hz dan jika posisi pesawat terbang berada pada sektor sebelah kanan dari garis landasan pacu maka sinyal yang diterima dominan pada 150 Hz.



Width localizer atau course sector ϕ dapat dicari dengan rumus sebagai berikut ;
Description: D:\KULIAH\PSSI UNEJ\SEMESTER 5\SISTEM WAKTU NYATA\MATERI\NET\AUTOPILOT\SISTEM KONTROL AUTOPILOT PESAWAT TERBANG -    gloopic.net       gloopic.net       gloopic.net      Sarana_files\5.jpg
di mana ;
a = Jarak antena localizer dengan ujung landasan.
L = Jarak antara threshold dengan ujung landasan
             Ψ = Sudut width localizer.
Karakteristik dan Jangkauan Sinyal Glide Slope
Glide slope atau glide path adalah subsistem ILS yaitu pemancar yang beroperasi pada frekuensi radio ultra tinggi (UHF=Ultra High Frequency) 328,6 sampai dengan 335,4Mhz sebagai gelombang pembawa (carier), dan dimodulasikan dengan sinyal informasi panduan frekuensi 90Hz dan 150Hz tanpa sinyal identuifikasi.
Glide slope menghasilkan suatu panduan sudut arah vertikal pada bidang horisontal yang memungkin kan pilot memperoleh informasi melalui instrument indikator ILS pada cockpit pesawat terbang untuk menentukan suatu sudut pendaratan atau sudut luncur tertentu.
Sinyal panduan tersebut dihasilkan oleh suatu sistem antena dan pemancar dalam suatu instalasi dua frekuensi (2F) atau satu frekuensi (1F), tergantung dari pada kondisi lahan dan keadaan lingkungan yang dapat mengakibatkan refleksi ataupun distorsi sinyal yang tidak diinginkan.
Daerah jangkauan pemancar glide slope harus mencapai jarak 10NM (18,5 km) dari titik touch down (titik pendaratan) dalam sektor azimuithal (sudut bidang horisontal) ±8° atau sisi kanan dan kiri dari garis tengah landasan pacu dan antara elevasi atau sudut kemiringan dari 0,30θ hingga 1,75θ, di mana θ adalah sudut nominal glide path jalur pendaratan. Dibawah sektor glide slope (0,45θ) DDM bertambah sampai 22% untuk penurunan sudut hingga 0.3θ dari ground plane, ini diperlukan untuk mengamankan prosedur intercept glide slope.
Nilai karakteristik untuk glide slope kaitannya dengan sektor-sektor tersebut di atas adalah sebagai berikut :
                    DDM = 0
                    DDM = 17,5% (0,175)
                    DDM ≥ 18% (0,18)
DDM = 0 adalah posisi ketika pesawat terbang mendekati landasan pacu pada sudut glide path yang dikehendaki di mana pesawat penerima ILS di udara menerima kedua sinyal panduan 90Hz dan 150Hz pada posisi amplituda yang sama.
Sinyal ini diradiasikan oleh antena glide slope yang berbentuk suatu hiperbola pada arah vertikal, yang tidak menyentuh tanah, sebagaimana yang ditunjukkan oleh garis bertitik-titik. Menurut ICAO annex 10, Bagian 3.1.1 ketinggian referensi kurva ini adalah 15m (ILS reference datum) dan berjarak D dari ambang batas landasan pacu (threshold) sehingga dapat menghasilkan sudut luncur θ yang diinginkan antara 2,5° sampai dengan 3° tergantung jarak D yaitu antara 286m Sampai dengan 344m.
DDM = 17,5% adalah WIDTH dari glide path yaitu sektor yang berada pada 0.24θ sebelah atas dan bawah dari sudut nominal glide path θ (DDM 0). Karakteristik DDM dari width glide slope adalah linier di dalam sektor ini (±0,24 θ). Jika deviasi atau penyimpangan posisi pesawat terbang berada di atas sudut glide path θ nominal informasi yang diterima adalah dominan pada 90Hz dan untuk deviasi dibawahnya akan dominan pada 150 Hz yang dominan (DDM positif).



Jarak antena glide slope D terhadap threshold adalah
Description: D:\KULIAH\PSSI UNEJ\SEMESTER 5\SISTEM WAKTU NYATA\MATERI\NET\AUTOPILOT\SISTEM KONTROL AUTOPILOT PESAWAT TERBANG -    gloopic.net       gloopic.net       gloopic.net      Sarana_files\9.jpg
Di mana ;
θ = Sudut nominal glide slope (2,5° sampai dengan 3°).
Berkas gelombang jalur pendekatan untuk pendaratan pesawat terbang melalui instrument landing system terbentuk oleh perpotongan arah bidang vertikal dan arah bidang horisontal sudut luncur.
Selain itu, ada tanda atau marka yang ditempatkan pada perpanjangan garis tengah landasan pacu untuk memberikan informasi jarak kepada pesawat terbang pada saat melakukan pendekatan yaitu dua atau tiga rambu melalui antena suatu pemancar yang diradiasikan vertikal ke atas pada frekuensi pembawa yang sama 75 Mhz dan ditandai oleh sinyal kode Morse secara kontinyu dengan frekuensi modulasi dan jarak yang berbeda yaitu 400 Hz untuk OM berjarak antara 6500 m sampai 11000m, 1300Hz untuk MM berjarak 900m sampai 1200m dan 3000Hz untuk IM yang berjarak 75m sampai 450m, masing-masing diukur dari ujung landasan pacu.

Pola Radiasi Sinyal Localizer
Pola radiasi sinyal pancaran antena localizer menghasilkan bentuk pancaran arah vertikal (beam vertical) dan membentuk suatu sudut (azimuith) ±35°, terdiri dari Course CSB (Carier Side Band) dan SBO (Side Band Only).
Bentuk Course CSB mengandung satu beam utama searah dan simetri dengan garis tengah landasan pacu dan perpanjangannya. Sinyal CSB ini terdiri dari sinyal pembawa (carier) dan modulasi informasi 90Hz dan 150Hz, kedua sinyal ini sephase.
Sedangkan bentuk Course SBO membentuk dua beam masing-masing mengandung sinyal modulasi 90 Hz dan 150 Hz yang amplitudonya sama tetapi dengan phase yang berlawalanan (180°) dan mengarah disebelah kiri dan kanan dari garis tengah landasan pacu dan perpanjangannya.

Untuk instalasi antena 2F ditambahkan suatu sinyal Clearance (CL) di mana sinyal pembawa off set 12KHz terhadap sinyal course, sinyal clearance terdiri dari CSB-CL dan SBO-CL yang berfungsi untuk mengurangi distorsi sinyal reflektor yang tidak diinginkan dan meningkatkan cakupan sinyal pada sektor kanan dan kiri hingga lebih dari 35°.

Pola Radiasi Sinyal Localizer
Pola radiasi sinyal pancaran glide slope terdiri dari sinyal CSB (Carrier Side Band) yang mengandung sinyal pembawa (carrier) dan sinyal modulasi 90Hz, 150Hz yang phasenya sama (+90Hz/+150Hz) dan sinyal SBO (Side Band Only) yang mengandung hanya sinyal modulasi 90Hz dan 150Hz yang phasenya berlawanan (-90Hz/+150Hz), serta sinyal clearance CL sebagai tambahan untuk insatalasi 2F
yang mengandung sinyal pembawa yang mempunyai jarak off set sebesar 16KHz terhadap sinyal pembawa utama (course) dan sinyal modulasi amplitudo 90Hz dan 150Hz.
Pola radiasi yang dihasilkan oleh antena glide slope tersebut menghasilkan bentuk berkas sinyal lobe miring yang simetris dalam azimuith (sudut bidang datar) dan elevasi (sudut kemiringan). Radiasi tersebut mencakup pantulan dari permukaan tanah, untuk menjelaskan hal tersebut dapat digambarkan dengan suatu konsep antena bayangan (image antena) seperti Gambar 3.11.
Radiasi dari antena sebenarnya yang berada di atas permukaan tanah digambarkan langsung ke suatu target di udara (pesawat terbang) dan cerminan dari antena sebenarnya yang di pantulkan di permukaan tanah menuju ke suatu target yang sama, jumlahan kedua vektor radiasi sinyal tersebut yang terjadi di dalam ruang (udara) sedemikian rupa membentuk pola lobe pada suatu sektor elevasi antara 0,3θ sampai dengan 1,75θ sebagaimana yang ditetapkan oleh ICAO Annex 10.


Untuk mengurangi distorsi atau noise karena adanya sinyal pantul akibat dari kondisi permukaan tanah yang tidak rata dan adanya halangan, instalasi 1F tipe B side band reference dapat dipertimbangkan namun sinyal RF nya lebih sensitif terhadap perubahan cuaca dan air di depan antena. Hal ini dapat dilakukan dengan meradiasikan sinyal CSB melalui antena bawah A1 dan sinyal SBO diradiasikan melalui antena A1 dan A2.

Untuk instalasi 2F tipe M atau capture effect sinyal yang disuplai oleh pemancar course (CS) sebagai referensi sinyal, CSB diradiasikan melalui antena bawah A1 dan tengah A2, untuk sinyal SBO diradiasikan ke seluruh tiga antena A1, A2 dan A3. Untuk sinyal clearance (CL) diradiasikan melalui antena A1 dan A3.




0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Dawim Masturo